Lesson Learned in 2012
Tahun 2012 adalah tahun yang luar biasa buat gue karena di tahun 2012 gue mendapatkan pelajaran berharga tentang hidup.
Di penghujung tahun 2011 lalu gue akhirnya memutuskan untuk berhenti menjadi freelancer dan mulai menjalani pekerjaan sebagai… semi-freelancer. Apa itu semi-freelancer? November 2011 kemarin gue bergabung dengan digital agency di bilangan Rawamangun dengan jam kerja yang tidak full, gue di bolehkan untuk hanya masuk 3 kali seminggu dan juga boleh mengambil project diluar kantor. Secara status sebenarnya masih freelancer tapi juga harus tetep ngantor 3 kali seminggu dan juga punya penghasilan tetap seperti pegawai. Jadi gue sebut aja semi-freelancer lah. Pendapatan tetap yang gue dapet cukup membantu perekonomian rumah tangga gue karena pendapatan gue sebagai freelancer kadang ga menentu, kalo lagi rejeki sebulan bisa dapet banyak, kalo lagi sepi 3 bulan bisa kering.
Bulan Maret 2012 gue dan istri mendapat ujian, istri gue mengalami hamil anggur dan harus di kuret. Ini adalah kedua kalinya dia dikuret, dimana sebelumnya pernah dikuret karena janinnya yang baru berumur 6 minggu tidak berkembang. Setelah di kuret untuk kedua kalinya, ternyata sel trofoblas nya terus berkembang menjadi ganas dan harus di kemo. Kata dokter cuma kemo ringan, tapi tetap aja biaya yang dikeluarkan cukup besar. Kalo gue masi full freelancer mungkin gue ga tau harus bayar pake apa.
Istri gue menjalani kemo setiap 3 minggu sekali, dan diawal kemo sempat mengalami dampak kemo seperti panas tinggi, sariawan parah, dan kulit memerah. Kemo itu tugasnya membunuh sel sehingga anti-body nya bereaksi. Untunglah mulai pada kemo ketiga dokter memberikan obat infus yang menghilang efek tersebut. Kebetulan dokter yang menangani istri gue adalah temen dekat om gue, kami pun dibebaskan biaya konsultasi alias gratis. Alhamdulillah dimudahkan.
Kami juga sempat mengalami masalah dengan pembayaran di awal kemo karena pihak asuransi istri gue menolak klaim dengan alasan klaim maternity tidak termasuk dalam tanggungan. Walaupun diagnosa dari dokter menyebutkan adanya kelainan sel dan tidak ada hubungannya dengan kuret (yang digolongkan sebagai maternity) tapi pihak asuransi tetap bersikukuh menolak klaim dan menganggap itu tergolong maternity. Pihak kantor istri gue protes dan juga mengancam untuk tidak melanjutkan kontrak kalo mereka menolak klaim. Pihak asuransi tidak bergeming, jadi mau ga mau biaya rumah sakit harus kami tanggung sendiri.
Gue inget cerita temen gue yang pernah mengalami musibah, dia kecelakaan motor dan kakinya patah sehingga dia harus bed rest selama 3 bulan. Dan selama bed rest dia cuma bisa bermain dengan komputer yang terhubung dengan internet. Dari situ dia mulai belajar tentang internet marketing dan hingga akhirnya dia punya pendapatan ratusan juta per bulan. Beberapa tahun kemudian dia mengalami kecelakaan dan kakinya patah lagi. Tanggapan dia tentang musibah kali ini cukup mind-blowing buat gue, dia bilang “Kalo abis kecelakaan gini biasanya gue bakal dapet duit banyak lagi nih”. Baru kali ini gue liat ada orang yang excited pas kena musibah. Ini baru namanya berbaik sangka terhadap ujian yang diberikan Nya. Cerita ini bener-bener menginspirasikan gue untuk melakukan hal yang sama pada hal yang sedang gue alami. Alih-alih pusing dengan permasalahan yang sedang kami alami, gue memilih untuk berasumsi bahwa dibalik ujian ini ada nikmat yang luar biasa yang sedang dipersiapkan untuk kami.
Disinilah gue mulai mengalami hal-hal yang sukar gue anggap sebagai suatu kebetulan. Pada saat tabungan kami mulai menipis, tiba-tiba ada yang ngasih project. Pembayaran project yang tadinya tertunda tiba-tiba turun pada saat gue harus bayar tagihan rumah sakit. Dan yang paling mengharukan buat kami adalah pada saat kemo sudah hampir selesai, tiba-tiba pemilik perusahaan tempat istri gue bekerja memberikan bantuan uang tunai yang cukup untuk melunasi seluruh biaya kemo dari awal sampai selesai. Kejutan tidak berhenti sampai disitu, setelah istri mulai menjalankan kemo terakhir, gue dapat panggilan interview dan diterima bekerja dikantor yang lokasinya sangat dekat dengan rumah dan dengan benefit diatas ekspektasi gue, padahal sebelumnya gue tidak pernah mengajukan lamaran.
Gue speechless. Serentetan kejadian tersebut terasa seperti mukjizat bagi kami. Berbagai kata-kata bijak yang dulunya terdengar klise berputar-putar dikepala gue. Ujian yang baru kami lewati begitu melekat dipikiran gue yang membuat gue selalu merinding setiap kali ngebaca ayat berikut:
“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan” (Q.S. 94: 5–6).
Subhanallah, sederhana dan tak terbantahkan. Dan kini gue bisa merasakan excitement yang sama dengan temen gue setiap kali mendapatkan ujian. Semakin berat ujian yang diberikan, semakin gue exciting, karena gue percaya besar kecil nya ujian berbanding lurus dengan nikmat / rezeki yang akan diberikan Nya.
Leave a Reply