Remote Work Lebih Baik dari Kerja di Kantor?
Begitu banyak perdebatan seputar masalah ini. Tapi sebenarnya mana sih yang lebih baik? Simak artikel ini sampai habis!

Covid-19 memaksa banyak perusahaan untuk menerapkan remote work untuk alasan keamanan. Tapi pada saat kondisi mulai membaik dan kasus Covid-19 mulai menurun, banyak orang yang kemudian menolak untuk kembali masuk kantor karena mereka merasa sudah nyaman dengan remote work. Apakah benar remote work lebih baik dari office/on-site work alias kerja di kantor? Mari kita bahas dari masing-masing perspektif.
Perspektif Kerja di Kantor
Orang yang bekerja di kantor, setiap harinya berangkat kerja dengan misi menyelesaikan pekerjaan hari itu kemudian pulang ke rumah untuk istirahat. Orang yang bekerja di kantor cenderung lebih gampang untuk memisahkan mood bekerja dan istirahat karena kedua tempat tersebut berbeda lokasi dan kadang jauh jaraknya. Jadi ga ada tuh istilahnya orang ngantor tapi jiwa rebahan. Yang ada, jiwa rebahan bikin males berangkat ke kantor 😜.
Orang yang kerja di kantor bisa mendapatkan fasilitas yang umumnya jarang bisa didapatkan oleh remote workers, seperti meja kerja yang bagus, suasana kantor yang fancy dan instagramable, internet super cepat, snack gratis, ping pong, dan maaaasih banyak lagi. Kalo dengan segudang fasilitas seperti itu, harus diakui kerja di kantor itu bisa jadi lebih menyenangkan, apalagi kalo kantornya itu well-funded sehingga bisa punya fasilitas extra seperti gym, game center, cafe, dan fasilitas menarik lainnya 😍.
Salah satu hal yang menyenangkan kerja di kantor adalah kita bisa ketemu banyak orang setiap hari, bisa bersosialisasi tatap muka, diskusi bareng, hangout bareng, main games bareng, makan bareng, sukur-sukur bisa ketemu jodoh bagi yang jomblo #eaa.
Itu kalo kita lihat dari sisi enaknya. Gimana sisi satunya lagi? Buat yang kerja di Jakarta atau beberapa kota besar di Indonesia umumnya setuju, perjalanan dari rumah ke kantor kadang bisa jadi perjalanan yang melelahkan, makan waktu, dan sering kali bikin stres. Berangkat wangi dan tamvan, nyampe kantor lusuh dan kucel.
Buat sebagian orang yang tempat kerjanya cukup jauh dari rumah, perjalanan pulang dan pergi kantor bisa makan waktu 2 sampai 4 jam setiap harinya — bahkan yang paling parah ada yang ngabisin 6 jam di jalan. Makanya ada joke kuno, “kerja di Jakarta itu bikin tua di jalan”. Tapi ini bisa diatasi dengan beralih ke transportasi yang lebih nyaman dan cepat seperti KRL atau MRT. Atau bisa juga dengan mencari tempat tinggal yang dekat dengan kantor tapi dengan konsekuensi biaya hidup meningkat karena umumnya biaya sewa tempat tinggal di dekat kantor tergolong mahal.
Selain itu, sadar atau tidak, lingkungan kerja di kantor itu banyak banget distraksinya. Mulai dari manager yang suka ngajak meeting, temen yang suka nanya kerjaan, temen satu meja yang berisik, sampe godaan dari temen kerja yang dikit-dikit ngajakin break untuk istirahat atau main game.
Perspektif Remote Work
Hal yang membuat banyak orang jatuh cinta dengan remote work adalah cara kerjanya yang sangat fleksibel. Orang yang bekerja secara remote bebas menentukan kapan, di mana, dan gimana cara mereka bekerja. Ini artinya kita bebas menentukan: mau mulai kerja jam berapa, tempat mau kerja di mana, dan gimana cara kita melakukan pekerjaan kita.
Ini hal yang berharga banget khususnya buat orang yang moody. Mereka jadi bisa dengan bebas mengatur sendiri lingkungan kerja yang bisa memicu mood kerjanya. Misalnya, bermain 15 menit dengan anak sebelum memulai kerja, atau mengatur pencahayaan yang memicu mood kerja.
Di bawah ini adalah suasana meja kerja gue yang udah disesuaikan dengan mood kerja yang gue butuhkan.

Berbeda dengan kerja di kantor yang punya aturan waktu kerja yang baku 9 hours straight, masuk jam 9 pulang jam 6, remote work ga ada aturan waktu kerja tertentu. Kita bisa aja mulai kerja jam 11 siang atau malah mulai kerja di pagi buta. Ini karena pada dasarnya remote work itu mendukung multi- timezone. Maka aturan waktu kerja pada satu timezone tertentu jadi ga relevan.
Di Qasir.id sendiri, setidaknya kami punya orang-orang yang bekerja di 3 zona waktu yang berbeda: WIB, WIT, dan WITA. Pada saat tulisan ini dibuat, ada PanduJuang (sebutan untuk tim Qasir) yang bekerja dari Manokwari, Papua Barat. Selain itu, kita juga bisa juggling antara kerjaan kantor dengan urusan rumah. Misalnya, jam 9 mulai kerja, lalu jam 10 mandiin anak, jam 11 balik lagi kerja, jam 12 nyiapin makan siang keluarga, dan seterusnya.
Jadi selama kita bisa memastikan target kerjaan kita di hari tersebut bisa diselesaikan, maka teman satu tim ga terlalu peduli kita mulai kerja jam berapa atau berapa jam kita habiskan untuk bekerja.
Salah satu hal yang mungkin menjadi kekurangan dari remote work adalah keterbatasan dalam interaksi sosialnya. Dalam survey yang dilakukan oleh tim People di Qasir.id, sebagian besar responden menyebutkan kalo mereka kangen ngumpul bareng teman kerja seperti waktu mereka masih masuk kantor dulu. Tapi hal ini dapat diatasi dengan sesekali janjian dengan tim untuk ketemuan dan kerja bareng di suatu tempat atau bikin casual online meeting untuk bahas hal-hal di luar kerjaan.
Selain itu, kondisi rumah yang kurang kondusif (rumah yang sumpek, penghuni rumah yang rame, tetangga yang berisik, banyak bocah bawel, ada yang lagi renovasi rumah, dan lain-lain) juga jadi salah satu penyebab orang jadi sulit untuk kerja di rumah dengan nyaman. Tapi ini juga bisa di atasi dengan menyewa co-working space atau kerja di cafe yang kondusif karena pada prinsipnya remote work itu bisa kerja dari mana aja, bukan hanya di rumah.
Jadi Kesimpulannya
Remote work atau office work lebih ke preferensi cara kerja masing-masing orang. Ada orang yang memang senang dengan kerja di manapun mereka mau karena mereka menyukai cara kerja yang fleksibel dan ada juga orang yang lebih senang bekerja di kantor karena pertimbangan tempat kerja yang lebih kondusif (fasilitas lengkap dan nyaman).
Kalo gue pribadi menganalogikan remote work sebagai kopi hitam dan office work sebagai susu coklat. Orang yang senang dengan susu coklat akan bilang kopi hitam itu pahit dan susah dinikmati. Sebaliknya, orang yang suka dengan kopi hitam akan bilang susu coklat itu terlalu manis dan ga bagus buat kesehatan. Ga akan pernah bisa dibandingkan.
Walaupun kedua tempat kerja tersebut punya kelebihan dan kekurangannya masing-masing, tapi mereka bisa kok punya produktivitas yang lebih baik dengan saling “belajar” dari kelebihan masing-masing.
Office work bisa lebih baik, asalkan…
Menerapkan komunikasi asinkronus sebagai metode komunikasi utama. Media komunikasi instant seperti Slack, Whatsapp, Telegram, atau Google chat mungkin cukup nyaman untuk bahas kerjaan tapi mereka semua adalah media komunikasi sinkronus yang kalo digunakan secara intensif cenderung bikin orang stres.
Beberapa perusahaan yang pake Slack sebagai salah satu media komunikasi mereka, juga punya media terpisah untuk komunikasi asinkronus. Seperti misalnya di Stripe ada Home, di Shopify ada Vault, WordPress punya P2, Zapier punya Async, dan lain-lain. Di Qasir sendiri, kami pake aplikasi Twist untuk komunikasi sinkronus dan asinkronus karena Twist menyediakan fitur yang mendukung dua jenis komunikasi tersebut sekaligus.
Mengapa komunikasi asinkronus menjadi penting? Karena komunikasi asinkronus mendorong orang untuk berkomunikasi secara efektif dan menciptakan lingkungan kerja yang lebih kondusif untuk melakukan deep work. Deep work adalah sebuah kondisi dimana seseorang bisa fokus mengerjakan sesuatu dengan distraksi seminimal mungkin.
Orang yang melakukan deep work cenderung untuk menutup komunikasi dan mematikan notifikasi untuk menjaga konsentrasi selama sesi deep work yang biasanya dialokasikan sekitar 1–4 jam. Dalam pengalaman gue pribadi, pekerjaan yang biasanya gue selesaikan seharian penuh selama jam kerja di kantor, bisa diselesaikan dalam 1–4 jam sesi deep work.
Remote Work yang Nyaman Bukan Mitos
Iya. Remote work bisa senyaman kerja di kantor, kalau aja perusahaannya mau mengurangi atau mengalihkan pengeluaran (expenses) yang tidak relevan bagi remote work (seperti sewa kantor, listrik kantor, internet kantor, office supplies, kebutuhan pantry, dan lain-lain) ke hal-hal yang mendukung kenyamanan remote work, seperti menyediakan subsidi untuk:
- Internet yang stabil
- Meja dan kursi yang ergonomis
- Alat komunikasi audio/visual yang baik
- Small group gathering
- Merchandise yang menarik dan berguna untuk remote work
- Konsultasi gratis dengan psikolog untuk menjaga mental health
So, gimana menurut kalian? Apakah remote work lebih baik dari pada kerja di kantor? Yuk, diskusi di kolom komentar!
Leave a Reply